Rabu, 08 Agustus 2012

Ajang Balas Dendam

Jangan Sebatas Seremoni dan Ajang Balas Dendam

"Ayo dek, ini bukan SMA lagi!"

YA
, mungkin seperti inilah teriakan yang sering muncul ke permukaan ketika masa-masa ospek sedang digelar di perguruan tinggi. Ospek adalah suguhan pertama yang didapatkan oleh mahasiswa baru di dunia kampus. Tak bisa dimungkiri, masa-masa ospek adalah salah satu momen yang bakalan sulit untuk dilupakan oleh seorang mahasiswa. Selama ospek, banyak kejadian menarik, entah itu menyenangkan ataupun membuat kita mengeluh, yang dialami seorang mahasiswa baru.
Satu hal yang cukup menarik untuk kita sorot sebuah tradisi ospek adalah sebuah ironi penantian. Meski belum tentu benar 100 persen, banyak ditemukan jika ospek lebih dinantikan seorang senior daripada para mahasiswa baru. Salah satu alasannya adalah ambisi para senior untuk membalas dendam. Tak jarang kita temukan senior yang memamfaatkan masa ospek untuk membalas dendam tindakan yang pernah mereka terima sebelumnya, ketika mereka mengikuti ospek. Padahal, pemerintah dengan tegas melarang perpeloncoan dalam ospek. Tetapi kenyataannya, “ambisi” tersebut  masih melahirkan berbagai bentuk perpeloncoan dalam ospek. Tak pelak, banyak mahasiswa baru yang mengeluh tentang hal ini.

Jika kita lihat secara seksama, masih banyak ospek yang digelar hanya sebagai sebuah seremonial atau ritual tahunan. Terkadang tujuan ospek yang sesuai hakikatnya itu jarang tercapai. Alih-alih memberikan sebuah pengajaran, pengetahuan dan adaptasi kampus kepada mahasiswa baru, ospek malah menimbulkan trauma pada mahasiswa baru.

Hal lain yang perlu kita cermati adalah ospek bisa terlaksana tidak dengan biaya murah. Bukan hanya secara materi, tetapi juga biaya lainnya seperti waktu dan tenaga. Tentu sebagai seorang yang rasional kita menginginkan cost (biaya) yang telah kita korbankan akan menghasilkan return (kembalian) yang sesuai. Satu hal yang juga perlu kita kita perhatikan di sini bahwa return yang dimaksud bukanlah return satu arah, tetapi dua arah. Maksudnya, yang menjadi ukuran keberhasilan ospek bukanlah dipandang dari kepuasaan panitia saja, tetapi yang paling utama adalah kepuasan yang diterima oleh peserta ospek itu sendiri.

Sayang sekali jika ospek hanya dijadikan sebuah seremoni atau ritual semata, tanpa memperhatikan esensi proses ospek itu sendiri. Lebih parah lagi jika ospek hanya dijadikan sebagai ajang balas dendam atau perpeloncoan. Sudah seharusnya kita menggelar ospek yang lebih cerdas. Salah satu contoh ospek yang cerdas adalah dengan memfokuskan kegiatan ospek dalam rangka untuk memanusiakan manusia, seperti tema Orientasi Kehidupan Kampus Universitas Indonesia (OKK UI) 2012. Kita berharap pengorbanan pelaksanaan ospek terbayarkan oleh kembalian yang memuaskan; memuaskan panitia, memuaskan mahasiswa baru, serta memuaskan seluruh pihak yang terkait di dalamnya. Dengan demikian, ospek tidaklah menjadi sebuah pekerjaan yang sia-sia.


1 komentar: