Ajang Balas Dendam
Jangan Sebatas Seremoni dan Ajang Balas Dendam
"Ayo dek, ini bukan SMA lagi!"
YA, mungkin
seperti inilah teriakan yang sering muncul ke permukaan ketika masa-masa
ospek sedang digelar di perguruan tinggi. Ospek adalah suguhan pertama
yang didapatkan oleh mahasiswa baru di dunia kampus. Tak bisa
dimungkiri, masa-masa ospek adalah salah satu momen yang bakalan sulit
untuk dilupakan oleh seorang mahasiswa. Selama ospek, banyak kejadian
menarik, entah itu menyenangkan ataupun membuat kita mengeluh, yang
dialami seorang mahasiswa baru.
Satu hal yang cukup menarik untuk kita sorot sebuah tradisi ospek adalah
sebuah ironi penantian. Meski belum tentu benar 100 persen, banyak
ditemukan jika ospek lebih dinantikan seorang senior daripada para
mahasiswa baru. Salah satu alasannya adalah ambisi para senior untuk
membalas dendam. Tak jarang kita temukan senior yang memamfaatkan masa
ospek untuk membalas dendam tindakan yang pernah mereka terima
sebelumnya, ketika mereka mengikuti ospek. Padahal, pemerintah dengan
tegas melarang perpeloncoan dalam ospek. Tetapi kenyataannya, “ambisi”
tersebut masih melahirkan berbagai bentuk perpeloncoan dalam ospek. Tak
pelak, banyak mahasiswa baru yang mengeluh tentang hal ini.
Jika kita lihat secara seksama, masih banyak ospek yang digelar hanya
sebagai sebuah seremonial atau ritual tahunan. Terkadang tujuan ospek
yang sesuai hakikatnya itu jarang tercapai. Alih-alih memberikan sebuah
pengajaran, pengetahuan dan adaptasi kampus kepada mahasiswa baru, ospek
malah menimbulkan trauma pada mahasiswa baru.
Hal lain yang perlu kita cermati adalah ospek bisa terlaksana tidak
dengan biaya murah. Bukan hanya secara materi, tetapi juga biaya lainnya
seperti waktu dan tenaga. Tentu sebagai seorang yang rasional kita
menginginkan cost (biaya) yang telah kita korbankan akan menghasilkan return
(kembalian) yang sesuai. Satu hal yang juga perlu kita kita perhatikan
di sini bahwa return yang dimaksud bukanlah return satu arah, tetapi dua
arah. Maksudnya, yang menjadi ukuran keberhasilan ospek bukanlah
dipandang dari kepuasaan panitia saja, tetapi yang paling utama adalah
kepuasan yang diterima oleh peserta ospek itu sendiri.
Sayang sekali jika ospek hanya dijadikan sebuah seremoni atau ritual
semata, tanpa memperhatikan esensi proses ospek itu sendiri. Lebih parah
lagi jika ospek hanya dijadikan sebagai ajang balas dendam atau
perpeloncoan. Sudah seharusnya kita menggelar ospek yang lebih cerdas.
Salah satu contoh ospek yang cerdas adalah dengan memfokuskan kegiatan
ospek dalam rangka untuk memanusiakan manusia, seperti tema Orientasi
Kehidupan Kampus Universitas Indonesia (OKK UI) 2012. Kita berharap
pengorbanan pelaksanaan ospek terbayarkan oleh kembalian yang memuaskan;
memuaskan panitia, memuaskan mahasiswa baru, serta memuaskan seluruh
pihak yang terkait di dalamnya. Dengan demikian, ospek tidaklah menjadi
sebuah pekerjaan yang sia-sia.
ospek..ospekkk...
BalasHapus